Membangun Komunikasi harmonis setiap saat dalam berumah tangga adalah
suatu hal penting tetapi terkadang bagi sebagian pasangan suami istri
hal ini terkadang dikesampingkan. Dengan anggapan mungkin demikian yang
terpenting adalah bagaimana masing-masing dari keduanya ada dalam nuansa
saling pengertian.
Tapi lantas apakah hal tersebut benar jika yang
diinginkan demikian dan yang terjadi tidak demikian tapi ada semacam
pembohongan diri semata, bukankah keserasian dan keharmonisan dan
saling pengertian di antara pasangan suami istri itu datangnya dari
seringnya dan banyaknya menjalin komunikasi secara harmonis tanpa batas
dalam hal apa saja.
Komunikasi antara pasangan
suami istri terkait keberhasilan, kegagalan, rencana selanjutnya dalam
perjalanan kehidupan berumahtangga adalah isu-isu penting dan utama
mungkinnya yang harusnya lebih fokus menjadi perhatian dalam setiap
komunikasi prinsip dalam hidup berumah tangga. Janganlah beranggapan
seperti demikian karena hal itu tak mungkin serta merta diperoleh tanpa
bentuk pemupukan rasa cinta dan kekompakan serta keharmonisan seperti
terkadang ada anggapan bahwa “ah sudahlah yang penting saya akan selalu memahaminya”
padahal anggapan seperti itu sesungguhnya salah, karena perbedaan watak
dan kepribadian akan menjadi kendala utama. Mengapa demikian
dikarenakan hal tersebut bukan tidak mungkin akan terbentur pada
salahnya memprediksi apa kehendak serta keinginan pasangannya. Sehingga
bisa saja berakibat adanya selisih anggapan terhadap diri pribadi
masing-masing terhadap pasangannya, apalagi jika ego di antara keduanya
ada dalam tingkatan yang tidak seharusnya ada dalam konteks berumah
tangga. Hal tersebut inilah yang terkadang memunculkan berbagai gejolak
kepentingan yang berbuah pada semakin terkikisnya kadar keharmonisan
dalam jalin hidup berumahtangga.
Masing-masing
pasangan sibuk mencari kenyamanan diri sendiri tanpa mau mengorbankan
dan melakukan tindakan saling menghargai sekalipun harus berhadapan
dengan tindakan melawan apa yang menjadi harapan diri pribadinya untuk
pasangan pilihannya. Hal inilah yang terkadang menjadi ganjalan prinsip
hadirnya komunikasi harmonis setiap saat di antara pasangan rumahtangga.
lantas jadi kendala lagi jika pasangan keduanya punya ego dengan
beranggapan “ah komunikasi seperti demikian tidaklah penting dan lain
kali saja, masih banyak waktu kok”, padahal yang harus terpahami benar
di antara keduanya adalah bahwa mungkin saja pada saat yang bersamaan
itu pulalah dianggap saat atau moment tepat untuk dikomunikasikan hal
yang seperti demikian yang menurutnya penting. Hal inilah yang terkadang
membuat antara kedua pasangan tersebut akan semakin terkikis benih
kepercayaan diri dan semangat untuk terus menjadikan pasangannya sebagai
pasangan komunikasi tepat, nyaman, membahagiakan dan menceriakan seumur
hidup hingga kakek-nenek.
Saat beristirahat
bersama seperti di tempat tidur, saat makan bersama di meja makan, saat
melakukan perjalanan yang jauh serta melelahkan di atas kendaraan yang
ditumpangi, saat melakukan aktivitas rekreasi bersama keluarga di tempat
rekreasi. Ini mungkinnya moment-moment berharga yang sering digunakan
banyak pasangan rumahtangga untuk melakukan aktivitas menghangatkan
komunikasi dalam hidup berumahtangga. Bagaimana jika nantinya hal ini
tak tergubriskan juga dengan baik di antara kedua pasangan yang telah
ada dalam konteks dan nuansa berumahtangga. Hal inilah yang patut
diwaspadai sehingga sangat diharapkan janganlah sesering mungkin terjadi
hal yang demikian, karena bukan tidak mungkin akan berimbas pada
munculnya rasa ketidakkepercayaan masing-masing terhadap kualitas hidup
berumahtangga keduanya, syukur-syukur jika keduanya tetap berada pada
konsep pimikiran yang positif tapi bagaimana jika tidak demikian. Apa
hal itu tidak akan berakibat fatal nantinya bagi kelanggengan hidup
berumah tangga?
Mengedepankan ego dan bijaksana
diri masing-masing terhadap pasangannya tanpa peduli makna penting
kehidupan bersama dalam suatu rumah tangga, yang mana jika kita telah
berada dalam konsep berumhtanggga maka sudah barang tentu tak ada lagi
yang namanya sikap ego dan mementingkan diri sendiri tanpa pernah
mengerti bahwa saling memahami serta tidak hidup untuk dirinya saja atau
pun bagaimana berupaya agar masing-masing di antara keduanya merasa
berharga, bernilai, bermartabat, berkepentingan, berandil positif,
berkontribusi menjadi yang terpenting dan utama dalam menjalin bahtera
kehidupan berumahtangga yang telah tersepakati bersama sejak awal
memutuskan untuk hidup bersama selamanya. Jika saja kita menginginkan
hal tersebut terpelihara selalu maka yang jadi wacana awal mungkinnya
dalam diri pribadi masing-masing pasangan rumahtangga adalah bagaimana
keduanya memahami pentingnya menjaga keserasian serta keharmonisan dalam
setiap menit dan detik kehidupan berumahtangga, baik kapan ataupun
dimana saja sekalipun mungkin karena aktivitas masing-masing harus
terpisah oleh jarak dan waktu.
Wacana sederhana
seperti terungkap tersebutlah yang terkadang membuat sebahagian kecil
dari kehidupan berumahtangga dimasa kini harus kandas di tengah jalan
karena persoalan persolan yang mungkin sepeleh yakni minimnya komunikasi
serta minimnya pemahaman akan arti penting dan makna kebersamaan dalam
berumahtangga. Sehingga yang bermunculan hanylah antusiasme perwujudan
diri yang hadir dalam kadar berlebih, dalam bentuk yang tidak seharusnya
hadir dalam konteks berumahtangga yakni ego pribadi berlebih dengan
pemikiran yang penting saya nyaman-nyaman saja kok. Yang jadi pertanyaan
berapa lama sih, kenyamanan itu bisa bertahan ataukah jika telah
demikian muncul pertanyaan baru lagi, kenyamanan tersebut dihadirkan
dengan sengaja untuk tujuan menjaga keharmonisan selalu atau bagaimana.
Inilah kendala memang tapi haruslah terpahami bersama pula bahwa jika
saja hal tersebut dilandaskan karena faktor keterpaksaan maka itu bukan
sesuatu yang permanen sifatnya, yakinlah bahwa semua itu akan berujung
buruk untuk keberlangsungan rumahtangga di masa akan datang. Karenanya
sangat diharapkan agar segala yang terjadi dan hendak dilakukan dan
dibijaki dalam hidup berumahtangga, senantiasa ada selalu dalam konsep
berumah tanggga, jangan ada dalam landasan keterpaksaan dan karena
memang sudah demikian mau gimana lagi terima sajalah, janganlah
demikian. Tapi yang terpenting adalah bagaimana proses berumahtangga
terbangun dalam konteks “bagaimana istri senantiasa tunduk pada suami
dan suami pun harus senantiasa menghargai istrinya”.