Apakah Anda Termasuk Orang yang Eksibisionis ?

Eksibisionis berasal dari kata exhibition yang artinya pameran, memamerkan atau mempertontonkan alat kelamin. Eksibisionis adalah dorongan fantasi sexual yang mendesak dan terus-menerus dengan memamerkan bagian genitalnya kepada orang lain. Dorongan tersebut bertujuan untuk menakuti, mengejutkan atau untuk dikagumi. 
Eksibisionisme adalah prefensi tinggi dan berulang untuk mendapatkan kepuasan seksual kepada orang yang tidak dikenal yang tidak menginginkannya kadang kepada seorang anak. Gangguan ini umumnya berawal di masa remaja dan berlanjut hingga dewasa. Eksibisionis dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pada pria, penderita menemukan kepuasaan saat melihat perempuan terkejut melihat genitalnya. Sedangkan pada wanita, penderita menemukan kepuasan melihat pria terangsang saat melihat alat kelamin, payudara atau pantatnya. Beberapa eksibisionis ditangkap atas kejahatan lain yang melibatkan kontak dengan korbannya. Eksibionis melakukan masturbasi ketika berfantasi atau ketika benar-benar memamerkannya. Eksibisionisme dapat dikategorikan sebagai paraphilia yang tergolong aneh tapi tidak langka.

1. Ciri-ciri (Kriteria DSM IV)
  • Berulang, intens dan terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan atau perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan memamerkan alat kelamin kepada orang yang tidak dikenal yang tidak menduganya.
  • Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut atau dorongan dan fantasi tersebut menyebabkan orang tersebut mengalami distress atau mengalami masalah interpersonal.

2. Penyebab Eksibisionisme
  • Psikologis . Penyebab eksibisionis diduga karena perkembangan psikologis yang tak sempurna semasa anak-anak. Di mana saat itu si penderita mengalami perasaan rendah diri, tidak aman serta memiliki ibu yang dominan dan sangat protektif. Karena itu, penderita tidak bisa berinteraksi dengan lawan jenisnya. Pengalaman masa kecil tersebut dapat berkontribusi besar terhadap rendahnya tingkat keterampilan sosial dan harga diri, rasa kesepian dan terbatasnya hubungan intim. Perilaku eksibisionis masuk kategori penyimpangan kejiwaan dalam hal seksual bila memamerkan organ seks untuk kepentingan pribadi. Mereka yang suka pamer organ seks lebih pas dimasukkan dalam kategori narcism, yang istilah merupakan orang yang suka memuja diri sendiri. Mereka merasa dirinya menjadi pusat perhatian sehingga tampilannya selalu mengundang perhatian.Umumnya pengidap eksibisionis rata-rata sudah menikah namun memiliki hubungan seksual yang tidak memuaskan dengan pasangannya.
  • Pandangan Behavioral dan Kognitif. Terdapat pandangan bahwa parafilia muncul dari classical conditioning, yang secara kebetulan telah memasangkan rangsangan seksual dengan kelompok stimulus yang dianggang tidak pantas oleh masyarakat. Namun teori yang terbaru mengenai parafilia bersifat multidimensional dan menyatakan bahwa parafilia muncul apabila terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang. Seringkali orang dengan parafilia mengalami penyiksaan fisik dan seksual pada masa kanak-kanak, dan tumbuh dalam keluarga yang hubungan antara orang tua dengan anak terganggu (Mason, 1997; Murphy, 1997). Pengalaman-pengalaman awal ini dapat berkontribusi terhadap tingkat kemampuan sosial serta self-esteem yang rendah, kesepian dan kurangnya hubungan intim yang sering terlihat pada parafilia (Kaplan & Kreuger, 1997; Marshall, Serran, & Cortoni, 2000). Kepercayaan bahwa sexual abuse pada masa kanak-kanak merupakan predisposisi untuk munculnya, ternyata masih perlu ditinjau ulang. Berdasarkan penelitian, kurang dari sepertiga pelaku kejahatan seks merupakan korban sexual abuse sebelum mencapai usia 18 tahun.  Distorsi kognitif juga memiliki peran dalam pembentukan parafilia. Orang dengan parafilia dapat membuat berbagai pembenaran atas perbuatannya. Pembenaran dilakukan antara lain dengan mengatribusikan kesalahan kepada orang atau hal lain, menjelek-jelekkan korban, atau membenarkan alasan perbuatannya. Sementara itu, berdasarkan perspektif operant conditioning, banyak parafilia yang muncul akibat kemampuan sosial yang tidak adekuat serta reinforcement yang tidak konvensional dari orang tua atau orang lain.

  • Biologis. Sebagian besar orang yang mengidap eksibisionisme adalah laki laki, terdapat spekulasi bahwa androgen, hormon utama pada laki-laki berperan dalam gangguan ini. Berkaitan dengan perbedaan dalam otak, suatu disfungsi pada lobus temporalis dapat memiliki relevansi dengan sejumlah kecil kasus eksibisionisme (Mason, 1997;Murphy, 1997). Jika faktor biologis berperan penting, kemungkinan besar hal itu hanya merupakan salah satu faktor dari rangkaian penyebab yang kompleks yang mencakup pengalaman sebagai salah satu faktor utama (Meyer, 1995). Dalam teori biologis, hal ini dangat dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor hormonal.

  • Sosiokultural. Lingkungan dan budaya yang mendukung yang ada disekeliling eksibisionisme dapat menjadi faktor penyebab. Apa yang dilihat di lingkungan dapat menjadi stimulus bagi individu.

  • Prevalensi. Para perilaku penyimpangan seks berusia remaja juga menjadi fokus penelitian karena sebagian besar penjahat tersebut memulai tindakannya dimasa remaja. Hasilnya seperti halnya hasil pada orang dewasa (Becker & Hunter, 1997). Para pelaku kejahatan seks tersebut seringkali kurang memiliki motivasi untuk mengubah perilakunya. 
Macam-macam Penanganan
  1. Terapi Psikoanalisis. Pandangan psikoanalisis adalah gangguan itu timbul karena adanya gangguan karakter yang dahulu disebut gangguan kepribadian, sehingga sangat sulit untuk ditangani dengan keberhasilan yang cukup memadai. 
  2. Teknik Behavioral. Para terapis dari aliran behavioral mencoba untuk mengembangkan prosedur terapeutik untuk mengubah aspek seksual individu. Terapi aversif dilakukan dengan memberikan kejutan fisik saat seoseorang menunjukkan perilaku yang berkaitan dengan parafilia. Metode lain, disebut satiation yaitu seseorang diminta untuk bermasturbasi untuk waktu lama, sambil berfantasi dengan lantang. Kedua terapi tersebut, apabila digabungkan dengan terapi lain seperti pelatihan kemampuan sosial, dapat bermanfaat terhadap paedofilia, transvestisme, eksibisionisme, dan transvestisme (Brownell, Hayes, & barlow, 1977; Laws & Marshall, 1991). Cara lain yang dilakukan adalah orgasmic reorientation, yang bertujuan membuat pasien belajar untuk menjadi lebih terangsang pada stimulus seksual yang konvensional. Dalam prosedur ini pasien dihadapkan pada stimulus perangsang yang konvensional, sementara mereka memberi respon seksual terhadap rangsangan lain yang tidak konvensional. Terdapat pula teknik lain yang umum digunakan, seperti pelatihan social skills. 
  3. Penanganan Kognitif. Prosedur kognitif sering digunakan untuk mengubah pandangan yang terdistorsi pada individu dengan parafilia. Diberikan pula pelatihan empati agar individu memahami pengaruh perilaku mereka terhadap orang lain. Banyak program penanganan yang memberikan program pencegahan relapse, yang dibuat berdasarkan program rehabilitasi ketergantungan obat-obatan terlarang. 
  4. Penanganan Biologis. Intervensi biologis yang sempat banyak diberikan dua generasi yang lalu adalah dengan melakukan kastrasi atau pengangkatan testis. Baru-baru ini, penanganan biologis yang dilakukan melibatkan obat-obatan. Beberapa obat yang digunakan adalah medroxyprogesterone acetate (MPA) dan cyptoterone acetate. Kedua obat tersebut menurunkan tingkat testosteron pada laki-laki, untuk menghambat rangsangan seksual. 
Contoh Kasus
  1. Putri sedang berjalan menuju kampusnya, di tengah jalan ia dipanggil dengan pengendara motor. Yang memanggil rupanya orang yang dibonceng. Putri sangka orang ini mau menunjukan jalan. Rupanya orang itu berkata, “neng, tidur sama abang yuk”. Putri langsung syok mendengarnya. Orang yang dibonceng tadi terus mengejar Putri sambil mengeluarkan alat kelaminnya.
  2. Ada seorang wanita anak SMA yang akan pulang ke rumah sepulang sekolah. Anak tersebut kemudian menaiki angkot. Setelah angkot berjalan, tidak lama kemudian ada seorang laki-laki yang menaiki angkot. Laki-laki itu kemudian duduk dibangku paling ujung. Anak SMA ini duduk tepat dibelakang supir. Tak lama kemudian laki-laki tersbut mulai mengeluarkan alat kelaminnya dan sambil menunjukan kearah anak SMA. Sang anak hanya bisa diam dan tidak berani pergi dan turun. Laki-laki tersebut mengajak mengobrol dan terus tersenyum sambil tangan tetap memegang alat kelamin dan tidak lama setelah itu celana yang dikenakannya basah dan setelah itu laki-laki tersebut turun dari angkot. Anak SMA itu hanya terdiam karena tidak menyangka dengan apa yang telah dilihatnya, anak tersebut ketakutan sehingga hanya bisa terdiam.



SUMBER :

  1. 1. PSIKOLOGI ABNORMAL ( edisi ke 9), oleh Gerald C Davidson, John M Neale, Ann M Kring.
  2. 2. ABNORMAL PSYCHOLOGY CORE CONCEPTS, oleh James N Butcher, Susan Mineka, Jill M Hooley.